Minggu, 10 November 2013

Kedudukan antara Agama dan Filsafat



Dari hal inilah maka muncul bagaimana persoalan antara filsafat dengan wahyu, Dalam hal hubungan antara keduanya adalah:
1.       Di dalam urut-urutan kedudukan dalam humanitas maka teologi menduduki tempat yang lebih tinggi dari filsafat, baik dikenakan obyek pembahasannya yang bersifat gaib atas alam, maupun kerena dasar formal yang menjadi jaminan kebenarannya yaitu firman Tuhan yang tidak mungkin salah. Sementara itu, A hanafi, M.A dalam bukunya pengantar filsafat islam menyatakan pandangan al-Farabi bahwa tujuan filsafat dan agama bagi al-Farabi adalah sama. Yaitu mengetahui semua wujud. Hanya saja filsafat memakai dalil-dalil yang diyakini dan ditunjukkan oleh golongan tertentu, sedang agama memakai cara Iqna'i (pemuasan perasaan) dan kiasan-kiasan serta gambaran yang ditujukan kepada semua orang, bangsa dan negara. Prof Ir Poedjawijatna dalam membicarakan kebenaran mengatakan sebagai berikut:
Kebenaran sesuatu dalam agama tergantung kepada diwahyukan atau tidaknya. Yang diwahyukan Tuhan haruslah dipercayai, oleh karena itu agama disebut kepercayaan. Alasan filsafat untuk menerima kebenaran bukanlah kepercayaan, akan tetapi penyelidikan sendiri. Filsafat tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, tetapi tidak mendasarkan penyelidikannya atas wahyu. Mungkin ada beberapa hal yang masuk kewilayah agama yang juga diselidiki filsafat. Selanjutnya dikatakan bahwa antara filsafat dan agama pada pada prinsipnya tidak ada pertentangan, karena kalau kedua-duanya memang mempunyai kebenaran, maka kebenaran itu tentulah satu dan tidak mungkin berbeda. Tak mungkin sesuatu itu pada prinsipnya benar dan tidak benar. Pada akhirnya secara tegas dikatakan bahwa lapangan agama dan filsafat dalam beberapa hal mungkin sama, akan tetapi pada dasarnya amat berlainan. filsafat berdasarkan fikiran, sedangakan agama berdasarkan atas wahyu.
2.      Kita tidak dapat mengatakan bahwa kepercayaan agama itu telah memberi pengaruh yang positif terhadap filsafat. Bukanlah filsafat telah mengalami perubahan dasar sehingga benar-benar dinamakan agamis, dan dengan begitu dia bukan filsafat yang sebenarnya lagi.Di tinjau dari sejarah, agama islam, yahudi maupun kristen yang mengajarkan tentang hidup telah memberi pengaruh yang dalam pada pikiran-pikiran filsafat terutama terhadap pikiran-pikiran mereka yang menganut agama tersebut.
 Memang kepercayaan agama dari luar dapat memberi arah kepada seseorang filosof dengan mengemukakan suatu obyek (tujuan) yang akan dicapai seperti menyusun suatu pembuktian tentang adanya Tuhan, mencari perbedaan antar alam, pribadi dan sebagainya. Hendaknya kita perhatikan bahwa suatu kebenaran baru masuk formal dalam pandangan filsafat apabila dimengerti dengan segala realitas atau bila kita mampu mencapai suatu proses discursive (berpisah dari satu objek ke objek yang lain)
            Apabila kita umpamanya meyakinkan bahwa Tuhan itu ada maka dalil ini hanya akan diambil dari filsafat dengan ukuran dimana kita membayangkan akan membuktikannya dengan alat-alat ilmiah, jika tidak begini keadaannya maka kebenaran dalil itu bagaimanapun juga dasarnya adalah tidak filosofis. Karena itu, maka arah positif yang dapat diberikan oleh teologi pada filsafat bagaimanapun harganya adalah tetap hanya merupakan suatu keadaan yang membawa filsafat kedalam suatu suasana.             Kepercayaan merupakan sesuatu yang berjalan di muka filsafat tetapi bediri di luar apa yang merupakan aktifitas filsafat yang sebenarnya.
Seperti yang diberitahukan oleh agama-agama samawi maka kita berada pada neveau (tingakatan) yang lebih tinggi dari tingkatan akal murni.  
             Apabila teologi itu pada kenyataannya besifat agama maka filsafat tidaklah demikian tetapi tetap bersifat rasional dan kemanusiaan murni. Tetapi kebijaksanaan Tuhan tidaklah merusak aturan alam, bahkan mengangkatnya.
            Kebijaksanaan Tuhan berbeda dengan aturan alam tetapi ia menerima aktivitas alam, bahkan memperkayanya. Perkembangan seorang muslim umpamanya menghendaki agar dia menggunakan kekuatan alam secara formal dan dalam kenyataannya memang berbeda dengan kekuasaan Tuhan. Seseorang yang beragama islam akan dapat mengembangkan kemampuannya secara wajar dan harmonis. Dengan begitu akan lebih sesuai dengan kehidupan keagamaannya.
            Demikinlah perbedaan atau relevansi  filsafat dan  agama, yang keduanya mempunyai titik ketersinggungan satu sama lainnya, bahkan keduanya saling memperkuat. Hanya saja kesalahpahaman terhadap keduanya disebabkan oleh adanya wawasan yang sempit di antara, ilmuan, filosuf dan ulama-ulama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar